Sementara pada sholat Dzuhur dan Ashar, imam memelankan suaranya dan bacaannya itu hanya didengar oleh dirinya sendiri, kecuali saat membaca surah Al-Fatihah dan surah yang lainnya, yang dibaca cukup keras sehingga dapat didengar oleh beberapa jamaah di belakangnya.
Beliau juga mencontohkan untuk melirihkan suara bacaan pada rakaat terakhir sholat Maghrib dan rakaat ketiga-keempat sholat Isya, sesuai dengan praktik yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Bukti bahwa Nabi SAW membaca dengan suara lirih pada waktu-waktu sholat tertentu diambil dari ijma para ulama berdasarkan hadits dan atsar yang ada. Abu Ma’mar Abdullah bin Sakhbarah bertanya kepada sahabat bernama Khabbab ibnul Arts, ia berkata:
“Kami bertanya kepada Khabbab, ‘Apakah Nabi Muhammad SAW membaca dalam sholat Dzuhur dan Ashar?’ Dia menjawab, ‘Benar.’ Kami bertanya lagi, ‘Dengan apa kalian mengetahui hal itu?’ Dia menjawab, ‘Dengan gerakan jenggotnya.’” (HR Bukhari)
Di sisi lain, anjuran untuk mengeraskan suara bacaan Al-Fatihah dan surat lainnya yakni pada dua rakaat pertama sholat Maghrib dan Isya, serta sholat Subuh.
Cara sholat Rasulullah SAW sudah sepatutnya diikuti oleh muslim karena beliau adalah utusan Allah SWT.
Sebagaimana sabda:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat.” (HR Bukhari dan ad-Darimi)
Anjuran mengeraskan suara ketika sholat-sholat yang dikerjakan pada malam hari (Maghrib, Isya, Subuh) karena merupakan waktu khalwat (menyepi). Pada saat-saat tersebut, mengencangkan bacaan Al-Fatihah dan surat lainnya dianjurkan untuk mencari kenikmatan munajat seorang hamba kepada Tuhannya. Ini adalah sebagian dari keutamaan dan kekhususan waktu-waktu tersebut yang disebutkan dalam kitab I’anah at-Thalibin.
Dalam kitab Al-Muntaqo Syarah Muwatho disebutkan bahwa hukum mengeraskan dan melirihkan suara dalam sholat adalah sunnah. Ini menegaskan bahwa ada perbedaan pendekatan dalam bacaan sholat tergantung pada waktu sholat tersebut.
Jika imam lupa dan malah membaca Al-Fatihah dan surat lainnya dengan suara keras saat sholat Dzuhur dan Ashar, atau membaca pelan bacaan ketika sholat Maghrib, Isya, atau Subuh, maka hal demikian tidak membatalkan sholat dan sholatnya tetap sah, menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah.
Apabila orang itu ingat maka hendaknya ia mengubahnya. Dalam artian, ia memelankan bacaan saat sholat yang semestinya dibaca dengan suara lirih, juga membaca keras ketika sholat yang seharusnya dibaca kencang.
Demikian penjelasan mengenai “Bacaan Suara dalam Sholat: Antara Ketenangan dan Kekuatan” Semoga berkah dan bermanfaat.
Apakah Anda butuh bimbingan untuk menunaikan ibadah haji dan umroh? Maka Pusat Pendaftaran Umroh adalah pilihan yang tepat. Pusat Pendaftaran Umroh merupakan Travel Haji dan Umroh yang profesional dan sudah berpengalaman.
Hubungi kami sekarang untuk mendapatkan penawaran terbaik untuk Anda.
Sumber: detik.com
Image: https://tinyurl.com/36r5r5wv