Cerita dari masa Rasulullah SAW dan para sahabatnya menunjukkan pentingnya menjaga aib dan perasaan orang lain. Ketika salah seorang sahabat mengalami momen memalukan, Rasulullah dan para sahabatnya menunjukkan etika yang luar biasa dengan tidak merendahkan atau mencemooh sahabat tersebut. Mereka melanjutkan makan tanpa menaruh perhatian berlebihan pada insiden tersebut, mencerminkan kebijaksanaan dalam menjaga aib seseorang.
Setelah itu, dalam pelaksanaan salat Maghrib, mereka menunjukkan kekompakan, kebersahajaan, dan rasa persaudaraan dalam menjalankan perintah agama. Momennya tidak hanya sebagai ibadah, tetapi juga sebagai pengikat kebersamaan, mengingatkan bahwa nilai-nilai persahabatan dan agama menjadi landasan yang kokoh dalam setiap perjalanan hidup.
Rasulullah SAW pun bersabda;
“Siapa yang makan daging unta, hendaklah ia berwudhu.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Perintah Rasulullah SAW agar mereka yang makan daging unta berwudhu bukanlah berarti bahwa memakan daging unta secara otomatis membatalkan wudhu. Ini adalah contoh bagaimana Rasulullah SAW bertindak dengan bijaksana dan penuh perasaan terhadap perasaan sahabat yang sebelumnya melepaskan gas. Rasulullah SAW ingin memastikan bahwa sahabat tersebut tidak merasa malu atau terpapar dalam situasi tersebut.
Selain itu, Rasulullah SAW juga pernah memberikan nasihat tentang menghormati dan tidak perlu merendahkan orang lain, bahkan dalam situasi yang bisa dianggap lucu atau memalukan.
Nabi Saw pernah bertanya kepada para sahabat mengapa mereka tertawa ketika mendengar kentut, sementara mereka juga mengalami hal serupa yaitu;
“Mengapa kalian mentertawakan kentut yang kalian juga biasa mengalaminya.” (HR. Bukhari 4942 dan Muslim 2855).
Apa yang dilakukan Rasulullah di atas mencerminkan perubahan budaya sosial dari masa jahiliyah ke masa Islam. Dalam budaya Arab pra-Islam, peristiwa memalukan seperti buang gas dianggap sebagai insiden yang perlu dirayakan dengan perundungan dan gelak tawa. Tetapi setelah menerima ajaran Islam, mereka belajar untuk lebih bijaksana dan menghormati satu sama lain.
Dalam Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Sunan Turmudzi, Al- Mubarokfuri mengatakan,
“Dulu mereka (para sahabat) di masa jahiliyah, apabila ada salah satu peserta majelis yang kentut, mereka pada tertawa. Kemudian Rasulullah saw melarang hal itu.” (Tuhfatul Ahwadzi, 9/189).
Pesan dari kisah ini sangat relevan dalam kehidupan kita. Ini mengajarkan kita untuk selalu berperilaku sopan, menghormati privasi dan kenyamanan orang lain, menjaga kebersihan dalam ibadah, dan tidak merendahkan orang lain, bahkan dalam situasi yang mungkin memalukan atau lucu. Etika adalah hal yang tak ternilai dalam membentuk hubungan sosial yang sehat dan bermakna dalam masyarakat kita.
Dengan menginternalisasi nilai-nilai tersebut, kita dapat menciptakan lingkungan di sekitar kita yang penuh dengan rasa hormat, kepedulian, dan toleransi. Melalui sikap dan tindakan yang etis, kita mampu menjalin hubungan yang kuat dan harmonis, menciptakan kehidupan bersama yang penuh dengan kedamaian dan kebahagiaan.
Demikian penjelasan mengenai “Etika dan Kekompakan: Pembelajaran dari Kisah Rasulullah SAW dan Para Sahabat.” Semoga berkah dan bermanfaat.
Apakah Anda butuh bimbingan untuk menunaikan ibadah haji dan umroh? Maka Pusat Pendaftaran Umroh adalah pilihan yang tepat. Pusat Pendaftaran Umroh merupakan Travel Haji dan Umroh yang profesional dan sudah berpengalaman.
Hubungi kami sekarang untuk mendapatkan penawaran terbaik untuk Anda.
Sumber: Etika dan Kekompakan: Pembelajaran dari Kisah Rasulullah SAW dan Para Sahabat