Ternyata tidak semua orang yang mengerjakan sholat akan mendapat pahala. Ada golongan orang-orang yang sholat tetapi amalnya tertolak. Allah SWT memberikan keutamaan dari setiap ibadah yang dijalani seorang muslim, termasuk sholat. Ketika sholat didirikan dengan ikhlas dan hanya mengharap ridho Allah SWT maka akan berbalas surga.
Namun jika hanya dikerjakan demi mendapat perhatian manusia, maka Allah SWT akan menolak amal ibadahnya. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya ikhlas dalam beribadah, karena Allah hanya menerima amal perbuatan yang dilakukan dengan niat tulus untuk-Nya semata, bukan untuk mencari pujian atau perhatian dari manusia.
Dijelaskan bahwa syarat diterimanya amal ibadah adalah niat yang ikhlas, menurut Al-Qur’an surat Al-Bayyinah:5
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”
Di hari kiamat nanti, pertanggungjawaban pertama yang akan dihitung atau dihisab oleh Allah SWT terhadap hamba-Nya adalah amalan sholat. Ini menunjukkan betapa pentingnya sholat dalam ajaran Islam dan betapa besar bobotnya dalam menentukan keberhasilan dan keberuntungan seseorang di akhirat.
Sholat merupakan kewajiban utama dalam Islam dan menjadi pijakan atau dasar utama bagi amalan-amalan lainnya. Oleh karena itu, kualitas dan kesempurnaan sholat seseorang akan menjadi penentu dalam hisab atau perhitungan amal perbuatan di hari kiamat.
Hal ini sebagaimana dijelaskan Rasulullah SAW dalam hadits;
“Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah sholatnya. Maka, jika sholatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika sholatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari sholat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki sholat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari sholat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya,” (HR Tirmidzi).
Golongan Orang yang Sholatnya Tidak Diterima
Ada banyak dalil yang menjelaskan golongan orang yang amalnya tertolak meskipun ia mendirikan sholat. Diantara dalil tersebut adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah, di mana Rasulullah SAW bersabda;
“Mungkin seseorang mendapat pahala karena sholatnya, tetapi amalannya yang lain merusaknya sehingga ia dilemparkan ke dalam neraka.” (Sahih Muslim)
Dalil lainnya terdapat dalam hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda;
“Janganlah kalian merusak sholat kalian dengan ucapan yang sia-sia atau membicarakan perkara yang tidak ada hubungannya dengan sholat. Sebab, sebagian orang mendapat sebagian pahala dari sholatnya dan sebagian lagi hilang karena perkataan yang sia-sia.” (HR. Abu Dawud)
Dengan demikian, hadis-hadis ini menunjukkan bahwa meskipun seseorang melaksanakan sholat, tetapi amal perbuatan atau perkataan yang buruk dapat merusak pahala sholatnya. Oleh karena itu, kebersihan hati, niat tulus, dan amalan lain yang sesuai dengan ajaran Islam juga sangat penting untuk menjaga kualitas sholat dan memastikan bahwa amalan tersebut diterima oleh Allah SWT.
Dirangkum dari Kitab Nashaihul ‘Ibad Syarh Al Munabbihaat ‘Alal Isti’daad Li Yaumil Ma’aad karya Muhammad Nawawi bin ‘Umar Al-Jawi berikut beberapa golongan orang yang sholat namun amalnya tertolak,
Rasulullah SAW bersabda;
عشرة نفر لن يقبل الله تعالى صلاتهم
“Sepuluh orang yang sholatnya tidak diterima Allah SWT,”
Rasulullah SAW juga merinci satu persatu golongan tersebut, antara lain:
Orang Yang Sholat Sendirian Tanpa Membaca Surat Al-Fatihah
Ini mencerminkan pentingnya keterlibatan dan kehadiran mental dalam sholat. Surat Al-Fatihah adalah bagian integral dari sholat apabila tidak membacanya, bisa mengindikasikan kurangnya perhatian atau kehadiran hati seseorang dalam ibadah.
Kesadaran dan fokus selama membaca Al-Fatihah memberikan dimensi spiritual yang mendalam pada sholat, memungkinkan seseorang untuk lebih terhubung dengan makna ibadahnya dan mendekatkan diri kepada Allah.
Orang Yang Tidak Mengeluarkan Zakat
Zakat adalah kewajiban bagi setiap muslim yang mampu memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Tidak mengeluarkan zakat dapat mencerminkan sikap keegoisan dan ketidakpedulian terhadap kebutuhan orang lain. Hal ini bertentangan dengan nilai-nilai solidaritas, tolong-menolong, dan keadilan sosial yang menjadi inti ajaran Islam.
Melalui zakat, umat Muslim diingatkan untuk bersikap empati, berbagi, dan membantu sesama sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap kaum dhuafa (orang-orang yang membutuhkan).
Orang Yang Mengimami Sholat Suatu Kaum, Sementara Kaum Itu Benci
Ini menunjukkan pentingnya memiliki pemimpin atau imam yang diterima dan diakui oleh jamaahnya. Keharmonisan hubungan antara imam dan jamaah dalam sholat sangat penting untuk menciptakan lingkungan ibadah yang penuh kekhusyukan.
Keterikatan dan kesejajaran antara imam dan jamaah dapat memperkuat konsentrasi serta khusyuk dalam menjalankan ibadah sholat, sehingga menciptakan suasana yang mendalam dan penuh khidmat dalam setiap rakaat yang dilaksanakan.
Budak Yang Melarikan Diri Dari Tuannya
Kondisi ini mencerminkan ketidakadilan dalam hubungan sosial dan kebebasan individu. Islam menekankan perlakuan yang adil terhadap budak dan mengajarkan pembebasan budak sebagai amalan kebajikan. Prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan dalam Islam mendorong pembebasan budak sebagai bentuk pemulihan hak asasi manusia dan penghapus ketidaksetaraan di antara individu.
Peminum Arak, Khamr, Atau Minuman Yang Memabukkan
Konsumsi minuman beralkohol dilarang dalam Islam karena dapat memengaruhi pikiran dan perilaku seseorang. Hal ini mencerminkan pentingnya menjaga kejernihan pikiran dan perilaku yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari, sejalan dengan prinsip-prinsip moral dan etika agama yang mendorong umat Islam untuk selalu berada dalam kondisi yang sadar dan bertanggung jawab terhadap tindakan mereka.
Istri Yang Bermalam, Sementara Suaminya Tidak Ridha Kepadanya
Ini menyoroti pentingnya hubungan suami-istri yang penuh dengan kerelaan, kasih sayang, dan saling ridha. Keharmonisan dalam rumah tangga merupakan nilai tinggi dalam Islam, yang ditekankan sebagai fondasi bagi masyarakat yang stabil dan sejahtera.
Dalam ajaran Islam, suami dan istri diharapkan saling mendukung, menghormati, dan memahami satu sama lain, menciptakan lingkungan rumah tangga yang penuh kebahagiaan, ketenangan, serta keberkahan dari Allah SWT.
Wanita Merdeka Yang Sholat Tanpa Memakai Kerudung
Menutup aurat dengan memakai kerudung adalah bagian dari aturan berbusana dalam Islam. Melakukan sholat tanpa mematuhi aturan berbusana ini mencerminkan kurangnya kepatuhan terhadap ajaran agama. Sholat sebagai salah satu ibadah utama dalam Islam diharapkan dilaksanakan dengan penuh ketaatan, termasuk memperhatikan tata cara berbusana yang telah ditentukan.
Dengan mematuhi aturan berbusana, seorang muslim menunjukkan rasa hormat dan ketaatan kepada Allah SWT, serta memperkuat makna spiritual dalam pelaksanaan ibadahnya.
Pemakan Riba
Riba atau bunga diharamkan dalam Islam karena dianggap merugikan dan tidak adil. Ini menunjukkan pentingnya menjalani kehidupan ekonomi yang adil dan tanpa eksploitasi. Prinsip-prinsip ekonomi Islam menekankan keadilan, saling menguntungkan, dan kebersamaan dalam bertransaksi.
Riba dianggap merugikan karena memberikan beban tambahan kepada peminjam dan menciptakan ketidaksetaraan dalam hubungan ekonomi. Islam mendorong praktik ekonomi yang berorientasi pada kesejahteraan bersama, di mana setiap individu dan kelompok dapat mencapai keberhasilan tanpa merugikan pihak lainnya.
Pemimpin Yang Zalim
Keadilan dalam kepemimpinan adalah nilai utama dalam Islam. Pemimpin yang zalim, yang tidak memberikan keadilan kepada rakyatnya, dikecam dalam ajaran agama. Al-Quran dan hadis Rasulullah menegaskan pentingnya keadilan dalam setiap tindakan pemimpin.
Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa (4:58);
۞ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا 58
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”
Rasulullah juga bersabda;
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
Keberlanjutan dan keberhasilan suatu masyarakat dalam pandangan Islam sangat tergantung pada adanya keadilan dalam kepemimpinan.
Orang Yang Biasa Melakukan Sholat, Namun Sholatnya Tidak Mampu Mencegah Dirinya Dari Kekejian Dan Kemungkaran, Sehingga Dia Semakin Jauh Dari Allah SWT
Ini menyoroti pentingnya keikhlasan dan ketakwaan dalam ibadah. Sholat seharusnya membawa perubahan positif dalam perilaku dan moral seseorang, dan jika tidak, itu menunjukkan bahwa hubungan spiritual seseorang dengan Allah memerlukan perhatian lebih lanjut.
Dengan kata lain, sholat yang dilakukan tanpa adanya niat ikhlas dan ketakwaan hanya menjadi rutinitas formalitas belaka, sedangkan tujuan sejati dari ibadah tersebut adalah untuk menguatkan hubungan pribadi dengan Allah, serta membawa dampak positif dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, kualitas ibadah seseorang tidak hanya dilihat dari sejauh mana dia menjalankan ritual sholat, tetapi juga sejauh mana sholat tersebut mampu membimbingnya menuju perbaikan diri dan kehidupan yang lebih bermakna.
Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas RA melalui hadits yang dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Misykat Al-Mashobiih, dikatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda terkait tiga kelompok yang tidak diterima sholatnya, yaitu:
ثَلَاثَةٌ لَا تَرْتَفِعُ صَلَاتُهُمْ فَوْقَ رُءُوسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَأَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ
“Terdapat tiga kelompok yang sholatnya tidak terangkat meskipun hanya sejengkal dari atas kepalanya (tidak diterima oleh Allah SWT). Ketiga golongan tersebut pertama, orang yang mengimami sebuah kamu akan tetapi kaum itu membencinya. Kedua, istri yang tidur sementara suaminya sedang marah kepadanya. Ketiga, dua saudara yang saling mendiamkan (memutuskan hubungan),” (HR Ibnu Majah)
Golongan Orang yang Mendapat Keutamaan Amal Ibadah
Orang-orang yang melakukan amal kebaikan dengan ikhlas dan semata-mata sebagai tanda ketakwaan kepada Allah SWT akan mendapatkan balasan yang setimpal. Allah SWT menegaskan dalam Al-Quran bahwa amalan yang dilakukan dengan niat tulus, tanpa pamrih atau pencarian pujian dari manusia, akan mendapat ganjaran yang melimpah dari-Nya.
Sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqarah (2:197);
اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُ ۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ 197.
“(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!”
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Mukminun ayat 57-61;
اِنَّ الَّذِيْنَ هُمْ مِّنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُّشْفِقُوْنَ ۙ 57
“Sungguh, orang-orang yang karena takut (azab) Tuhannya, mereka sangat berhati-hati”
وَالَّذِيْنَ هُمْ بِاٰيٰتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُوْنَ ۙ 58
“dan mereka yang beriman dengan tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya”
وَالَّذِيْنَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُوْنَ ۙ 59
“dan mereka yang tidak mempersekutukan Tuhannya”
وَالَّذِيْنَ يُؤْتُوْنَ مَآ اٰتَوْا وَّقُلُوْبُهُمْ وَجِلَةٌ اَنَّهُمْ اِلٰى رَبِّهِمْ رٰجِعُوْنَ ۙ 60
“dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya”
اُولٰۤىِٕكَ يُسَارِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِ وَهُمْ لَهَا سٰبِقُوْنَ 61
“mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya.”.
Demikian penjelasan mengenai “Golongan yang Sholat Namun Terabaikan: Naudzubillah dari Amalan yang Tertolak” Semoga berkah dan bermanfaat.
Apakah Anda butuh bimbingan untuk menunaikan ibadah haji dan umroh? Maka Pusat Pendaftaran Umroh adalah pilihan yang tepat. Pusat Pendaftaran Umroh merupakan Travel Haji dan Umroh yang profesional dan sudah berpengalaman.
Hubungi kami sekarang untuk mendapatkan penawaran terbaik untuk Anda.
Sumber: Golongan yang Sholat Namun Terabaikan: Naudzubillah dari Amalan yang Tertolak