Haji Wada
Haji Wada adalah istilah yang digunakan untuk menyebut Haji terakhir yang dilakukan oleh seorang Muslim saat menunaikan rukun Islam kelima, yaitu ibadah Haji. Istilah “wada” sendiri memiliki arti perpisahan atau kepergian. Dengan melaksanakan Haji Wada, seorang jemaah mengungkapkan perasaan seperti sedang mengucapkan perpisahan karena hendak meninggalkan Tanah Suci, khususnya Mekah.
Menurut ajaran Islam, melaksanakan Haji adalah salah satu dari lima rukun Islam yang wajib bagi mereka yang memiliki kemampuan fisik dan finansial untuk melakukannya. Seorang Muslim atau Muslimah yang telah menunaikan Haji Wada diyakini telah melaksanakan ibadah Haji secara sempurna dan tidak lagi diwajibkan untuk melakukannya di masa mendatang.
Haji Wada juga memiliki makna emosional yang mendalam bagi seorang Muslim. Ini merupakan momen perpisahan dari tempat-tempat suci di Mekah dan Madinah, serta perpisahan dari saudara-saudara Muslim yang berkumpul di sana dari berbagai belahan dunia. Ibadah Haji Wada menjadi pengalaman terakhir yang penuh makna dan menjadi kenangan perpisahan dengan Tanah Suci yang suci bagi umat Islam.
Pengertian Haji Wada yang Penting Diketahui
Pada saat Haji Wada, Rasulullah SAW memberikan khutbah dan wasiat-wasiat terakhirnya. Haji Wada adalah momen yang penuh makna dan mengharukan bagi umat Islam. Para sahabat Rasulullah SAW sampai meneteskan air mata mendengar khutbah tersebut, merasa seakan Rasulullah SAW akan meninggalkan umatnya.
Didampingi oleh istri-istri dan para sahabat setia, rombongan Haji Rasulullah SAW tiba di Makkah pada hari Ahad pagi tanggal 4 Dzulhijjah 10 H. Pada kesempatan tersebut, Rasulullah SAW tidak hanya melaksanakan ibadah Haji tetapi juga mengajarkan cara melaksanakan ibadah Haji beserta segala ketentuannya kepada umat Islam. Pada kesempatan terakhir ini, Rasulullah SAW menyampaikan kata-kata perpisahan kepada seluruh kaum muslimin.
Dalam khutbahnya, Rasulullah SAW memberikan nasihat dan petunjuk yang sangat berharga untuk panduan hidup umat Islam. Ia menyampaikan pesan-pesan yang menjadi landasan ajaran Islam dan menegaskan nilai-nilai keadilan, kasih sayang, dan persaudaraan di antara umat Muslim. Khutbah ini mencerminkan kesadaran Rasulullah SAW tentang kedekatannya dengan ajal dan tanggung jawab berat yang diemban oleh umat Islam setelah kepulangannya.
Haji Wada menjadi peristiwa yang abadi di dalam benak umat Islam, karena setelah momentum ini, Rasulullah SAW wafat, meninggalkan pesan-pesan penting yang menjadi cahaya petunjuk bagi umat Islam dalam mengarungi kehidupan mereka.
Turunnya Surat Al-Maidah Ayat 3
Dalam pengertian yang lain, Haji wada adalah ibadah Haji terakhir bagi Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan pada bulan Dhulhijjah 10 Hijriah (632 Masehi). Kaum Muslimin mematuhi setiap gerakan, tindakan, dan gerak-gerik Nabi Muhammad SAW. Setiap perbuatan dan perkataan Rasulullah menjadi contoh untuk ibadah kaum muslim di seluruh dunia.
Pada saat Haji Wada inilah, surat Al-Maidah ayat 3 turun kepada Rasulullah SAW, berbunyi;
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ
“Hari ini Aku sempurnakan agamamu bagimu dan Aku cukupkan karunia-Ku untukmu dan Aku pilihkan Islam menjadi agamamu.”
Haji Wada dianggap sebagai momen refleksi, kesadaran akan kematian, dan pemantapan komitmen untuk hidup dalam ketaatan kepada Allah di sisa hidupnya. Namun, penting untuk dicatat bahwa Haji Wada tidak menjadi syarat atau bagian dari rukun Haji yang diatur dalam Islam. Melakukan Haji Wada adalah suatu keistimewaan bagi seseorang yang dapat menunaikan Haji sebelum meninggal, tetapi itu bukan kewajiban bagi setiap Muslim.
Hukum Haji Wada
Terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum Haji wada (tawaf wada). Imam Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’ menyebutkan;
“Dalam persoalan tawaf wada, ada perbedaan pendapat. Imam Haramain dan Imam Ghazali berpendapat bahwa tawaf wada itu bagian dari manasik.”
Sementara itu, Imam Baghawi, Imam Mutawali, dan imam lainnya berpendapat bahwa thawaf wada bukanlah bagian dari manasik Haji, melainkan merupakan kegiatan ibadah yang berdiri sendiri. Menurut pandangan mereka, setiap orang yang akan meninggalkan Tanah Suci Makkah dalam perjalanan panjang diperintahkan untuk melakukan thawaf wada, baik ia berasal dari Makkah atau dari luar Makkah.
Pendapat kedua disampaikan oleh Imam Rafi’ dan imam lainnya, yang berargumen bahwa;
“Alasan thawaf wada adalah sebagai penghormatan terhadap Tanah Suci Makkah, dengan menunaikannya sewaktu akan keluar dari Tanah Suci Makkah, sehingga dianggap setara dengan kewajiban berihram saat memasukinya”
Para ulama dari kalangan madzhab Syafi’i sepakat bahwa jika seseorang berasal dari Makkah dan menunaikan ibadah Haji dengan niat tetap tinggal di Makkah, maka tidak diperintahkan untuk melakukan thawaf wada. Namun, jika seseorang dari luar Makkah menunaikan ibadah Haji dan berniat tinggal di Tanah Suci, ia tidak diperintahkan untuk menunaikan thawaf wada, meskipun thawaf wada termasuk rangkaian manasik bagi jemaah Haji. Hal ini sesuai dengan pandangan yang dikemukakan oleh Imam Rafi’i.
Demikian penjelasan mengenai “Haji Wada: Perjalanan Penuh Makna dan Momen Turunnya Al-Maidah Ayat 3” Semoga berkah dan bermanfaat.
Apakah Anda butuh bimbingan untuk menunaikan ibadah haji dan umroh? Maka Pusat Pendaftaran Umroh adalah pilihan yang tepat. Pusat Pendaftaran Umroh merupakan Travel Haji dan Umroh yang profesional dan sudah berpengalaman.
Hubungi kami sekarang untuk mendapatkan penawaran terbaik untuk Anda.
Sumber: Haji Wada: Perjalanan Penuh Makna dan Momen Turunnya Al-Maidah Ayat 3
Image: http://tinyurl.com/mrx6kb84