Transformasi hati dan jiwa, atau tepatnya tazkiyah an-nafs (pembersihan jiwa), menjadi fondasi bagi terjadinya transformasi dalam kehidupan manusia, baik pada tataran personal (fardi), keluarga, maupun komunitas (umat). Tanpa hati dan jiwa yang bersih, semua aspek kehidupan akan menjadi buruk dan amburadul. Proses pembersihan jiwa tersebut memungkinkan individu untuk mencapai kedamaian batin, keselarasan dengan diri sendiri, serta kemampuan untuk memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat dan umat secara luas.
Sekali lagi, itulah makna dari titah baginda:
“Pada tubuh manusia ada segumpal darah yang jika baik akan baik semua anggota tubuhnya. Tapi jika buruk maka akan buruk semua anggota tubuhnya”
Urgensi menjadikan bulan Ramadan sebagai bulan transformasi akhlak sangatlah penting. Bulan ini bukan hanya merupakan waktu untuk menjalankan ritual puasa dengan harapan mendapatkan pahala semata, tetapi juga sebagai momen di mana setiap individu yang berpuasa menjalani “Pelatihan” dalam memperbaiki akhlak yang mulia.
Meskipun secara hukum fiqih, puasa terlihat sebagai sekadar menahan makan, minum, dan hubungan suami istri, namun hakikatnya puasa adalah latihan utama dalam menahan diri dari segala perilaku yang tidak etis. Akhlak yang baik merupakan esensi dari puasa itu sendiri. Oleh karena itu, pemahaman fiqih tanpa akhlak akan terasa hambar, sebagaimana hukum tanpa etika juga akan kehilangan nilai dan makna yang sebenarnya.
Dengan menahan diri dari kesenangan dunia di siang hari selama bulan Ramadan, seseorang seharusnya mampu mengingatkan diri bahwa di atas eksistensi fisik ini terdapat nilai-nilai yang lebih tinggi. Ini akan mengingatkannya akan pentingnya menjaga nilai-nilai tersebut.
Kejujuran, ketawadhu’an, dan semua perilaku kebaikan merupakan bagian dari nilai-nilai yang tercakup dalam tatanan akhlak manusia. Sebaliknya, kecurangan, arogansi, ketamakan, dan kekikiran semuanya merupakan nilai-nilai buruk yang melanggar tatanan perilaku yang mulia.
Akhlak dalam tatanan ajaran Agama Islam menjadi intisarinya. Beragama tanpa akhlak seperti pohon yang tidak berbuah. Akhlaklah yang mencerminkan nilai-nilai keimanan dan ketaatan. Oleh karena itu, iman tanpa akhlak menjadi diragukan. Begitu juga ibadah-ibadah ritual tanpa akhlak akan menjadi hampa.
Hadits-hadits Rasulullah SAW banyak mengingatkan akan pentingnya menerapkan nilai-nilai ibadah dalam bentuk perilaku yang baik. Contohnya, puasa terancam menjadi hampa jika seseorang menahan diri dari makan dan minum tetapi tidak menjaga perkataan dan perbuatannya. Puasa semacam ini hanya akan menghasilkan rasa lapar dan dahaga semata.
Sedemikian pentingnya akhlak karimah itu sehingga Rasulullah seolah menyimpulkan misi kerasulannya dengan “Akhlak Karimah”. Sebagaimana beliau tegaskan:
“Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”
Beliau bahkan menggariskan bahwa faktor terbesar seseorang masuk surga adalah karena akhlak yang baik. Sebaliknya, seseorang yang buruk akhlak, meskipun banyak melakukan ibadah ritual, akan bangkrut dan akhirnya masuk neraka.
Rasulullah SAW sendiri dengan segala ketinggian Iman dan ibadah-ibadahnya justru secara khusus terpuji dalam Al-Qur’an bukan dengan semua itu. Justru Allah memujinya karena kemuliaan akhlak beliau:
“sesungguhnya Engkau memiliki akhlak yang tinggi”
Akhlak karimah atau karakter mulia ini menjadi titik pusat ketauladan baginda Rasulullah yang wajib ditauladani:
“sungguh bagi kalian pada Rasulullah ada uswah hasanah”
Sayangnya, umat Islam seringkali membatasi diri dalam menauladani Rasulullah pada aspek-aspek ibadah semata. Salat, puasa, haji, dan ritual lainnya menjadi fokus utama. Namun, teladan karakter dan prilaku sosial Rasulullah terkadang terabaikan.
Di masjid-masjid, salat jamaah menjadi momen yang ramai. Namun, di sekitar masjid, banyak saudara yang kelaparan tanpa mendapat uluran tangan. Hal ini sesungguhnya mengancam keikhlasan dalam beragama (Al-Ma’un).
Di bulan Ramadan, umat mampu menahan diri dari makan dan minum. Namun, lidah, mata, telinga, dan pikiran masih melanggar norma dan etika yang diajarkan oleh Islam. Meskipun mampu menahan diri dari makan dan minum, jiwa dan pikiran masih dikuasai oleh hawa nafsu duniawi, termasuk hawa nafsu terhadap kekuasaan yang sering kali terwujud dalam pelanggaran terhadap aturan dan etika.
Demikian penjelasan mengenai “Transformasi Ramadan: Dari Ritual Menjadi Karakter Mulia” Semoga berkah dan bermanfaat.
Apakah Anda butuh bimbingan untuk menunaikan ibadah haji dan umroh? Maka Pusat Pendaftaran Umroh adalah pilihan yang tepat. Pusat Pendaftaran Umroh merupakan Travel Haji dan Umroh yang profesional dan sudah berpengalaman.
Hubungi kami sekarang untuk mendapatkan penawaran terbaik untuk Anda.
Sumber: https://l1nq.com/IJfbI
Image: https://l1nk.dev/iX1qZ